Ka.Kankemenag Gaungkan Antikorupsi di Ranah Keagamaan

 


Paringin (Kemenag Balangan) – Kepala Kantor Kementerian Agama (Ka.Kankemenag) Kabupaten Balangan, Drs. H. Saribuddin, M.Pd.I, mengikuti Talkshow Ramadan Antikorupsi bertema Membangun Integritas Bangsa Melalui Peran Serta Masyarakat Keagamaan bersama Pimpinan KPK RI, Fitroh Rohcahyanto, dan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, secara virtual melalui Zoom pada Rabu (12/03/2025).

 

Saribuddin mengutip pernyatan Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar menegaskan bahwa korupsi telah ada sejak awal peradaban manusia.

 

"Dosa pertama anak manusia di muka bumi ini adalah korupsi," ujarnya, merujuk pada kisah Kabil dan Habil dalam sejarah Islam. Saribuddin menjelaskan bahwa perilaku korup sudah terjadi sejak zaman Nabi Adam, di mana Kabil melakukan ketidakadilan dalam mempersembahkan kurban, yang kemudian berlanjut hingga pembunuhan saudaranya sendiri.

 

Menurut Saribuddin, korupsi tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mengancam sistem sosial, ekonomi, dan hukum suatu bangsa.

 

"Semua agama pasti mengutuk korupsi, karena dampaknya sangat luas dan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat," tambahnya.

 

Selanjutnya mengutip ucapan Pimpinan KPK, Fitroh Rohcahyanto, Saribuddin menyoroti pentingnya integritas dalam pemberantasan korupsi. Dirinya memperkenalkan konsep IDOLA sebagai landasan utama, yaitu Integritas, Dedikasi, Objektifitas, Loyalitas, dan Adil.

 

"Kita harus memulai dari diri sendiri. Jika seseorang memiliki integritas, maka perilaku koruptif bisa dicegah sejak dini," tuturnya.

 

Lebih lanjut, Saribuddin menjelaskan bahwa strategi pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya melalui penindakan, tetapi juga pencegahan dan pendidikan.

 

"Kami di KPK terus melakukan edukasi kepada masyarakat, karena tanpa kesadaran kolektif, upaya pemberantasan korupsi tidak akan maksimal," ujarnya.

 

Sementara dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan dari peserta mengenai mengapa Indonesia belum menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Menanggapi hal ini, Fitroh menjelaskan bahwa meskipun hukuman mati sudah tercantum dalam undang-undang, penerapannya harus mempertimbangkan banyak aspek.

 

"Korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, seperti saat bencana atau krisis nasional, memang bisa dikenakan hukuman mati. Namun, sampai saat ini, penerapannya masih menjadi perdebatan," jelasnya.

 

Menanggapi hal ini, Menteri Agama menambahkan perspektif agama.

 

"Hukuman tidak hanya berarti menghilangkan nyawa seseorang, tetapi juga mematikan martabatnya, harga dirinya, dan hak-haknya sebagai warga negara. Ketika seseorang dipenjara dan kehilangan kepercayaan publik, itu sudah menjadi hukuman sosial yang berat," ungkapnya.

 

Pada sesi diskusi berikutnya, salah satu peserta mengusulkan agar gerakan antikorupsi lebih banyak digaungkan di rumah ibadah, baik masjid, gereja, maupun tempat ibadah lainnya. Menanggapi hal tersebut, Prof. Nasaruddin Umar sangat mendukung gagasan ini.

 

"Harus ada narasi keagamaan yang lebih kuat dalam melawan korupsi. Jika masjid, gereja, pura, dan vihara ikut menyuarakan pesan antikorupsi, maka dampaknya akan lebih luas dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat," paparnya.

 

Di akhir acara, Menteri Agama menegaskan bahwa kolaborasi antara KPK dan lembaga keagamaan harus terus diperkuat.

 

"Kita harus berani menjadikan nilai-nilai agama sebagai benteng utama dalam memberantas korupsi. Jika masyarakat memiliki kesadaran spiritual yang kuat, maka praktik korupsi akan semakin terkikis," pungkasnya.

 

Penulis: Uswah

Foto: Uswah

Related Posts

Post a Comment

0 Comments